Penggunaan Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka upaya peningkatan interaksi belajar mengajar. Oleh karena itu harus diperhatikan prinsip-prinsip penggunaannya. Menurut Asnawir dan M Basyiruddin Usman (2002: 19). Prinsip-prinsip penggunaan media pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Pengunaan media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai bagian yang integral dari suatu sistem pengajaran dan bukan hanya sebagai alat bantu yang berfungsi sebagai tambahan yang digunakan bila dianggap perlu dan hanya dimanfaatkan bila sewaktu-waktu digunakan.
2. Media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai sumber belajar yang digunakan dalam usaha memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.
3. Guru hendaknya dapat mengasai teknik-teknik dari suatu media pembelajaran yang digunakan.
4. Guru seharusnya memperhitungkan untung ruginya pemanfaatan suatu media pembelajaran.
5. Penggunaan media pembelajaran harus diorganisir secara sistematis.
6. Jika sekiranya suatu pokok bahasan memerlukan lebih dari beberapa macam media, maka guru dapat memanfaatkan multimedia yang menguntungkan dan memperlancar proses belajar mengajar dan dapat merangsang motivasi belajar siswa sehingga dapat meningkatkan interaksi belajar mengajar.

Menurut Arief Sukadi S.S dan Radikun (1998: 173-174) prinsip-prinsip penggunaan media adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada satupun teknik atau strategi mengajar dan media pembelajaran yang harus dipakai tanpa melibatkan strategi mengajar dan media lainnya. Oleh sebab itu sebaiknya dalam proses belajar mengajar dipergunakan teknik dan media pembelajaran sesuai dengan tujuan belajar dan kebutuhan belajar.
b. Tidak ada satu mediapun yang sessuai dan cocok dengan segala macam kegiatan belajar. Oleh karena itu sebaiknya sebelum melaksanakan proses belajar mengajar dipilih satu bentuk media yang cocok dan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan belajar.
c. Media tertentu lebih cepat dipakai untuk tujuan pembelajaran tertentu dibanding media lain.
d. Pengunaan berbagai media secara berlebihan dan tidak berdasarkan teori pemilihan media dalam tempo relatif kurang akan menyebabkan kaburnya isi materi ini berarti bukan pendekatan multi media.
e. Sebelum menggunakan suatu media dalam proses belajar mengajar sebaiknya guru melakukan persiapan yang cukup dan cermat. Karena hanya dengan cara demikian guru dapat menguasai seluruh materi dan proses belajar mengajar akan berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Bila dianggap perlu maka guru sebaiknya mempersiapkan bahan tambahan agar dapat memperluas dan memperdalam topik yang dibahasnya.
f. Selama belajar menggunakan media, sebaiknya siswa juga dipersiapkan sebelumnya dan siswa juga harus diperlakukan sebaik-baiknya sesuai dengan karakteristiknya sehingga dapat berperan sebagai siswa yang berperan aktif dan bertangungjawab dalam proses belajar mengajar dan juga dapat meningkatkan interaksi belajar.
g. Media perlu diusahakan agar dapat menjadi bagian intregal dari sistem pendidkan. Yakni media harus diperlakukan secara tepat dan proposional, sehingga tidak hanya sebagai alat Bantu mengajar tetapi betul- betul merupakan satu mata rantai dalam sistem pendidikan.
h. Jangan sekali- kali menggunakan media hanya untuk mengisi waktu kosong dengan tujuan sebagai hiburan semata, karena dengan demikian tanggapan siswa selanjutnya terhadap media betul- betul sebagai hiburan. Dan untuk mengubah situasi akan sulit sekali.

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prinsip- prinsip penggunaan media pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Media merupakan bagian intregal dari sistem pengajaran.
2. Media merupakan sumber belajar yang digunakan dalam usaha memecahkan masalah.
3. Guru harus menguasai tehnik media yang akan digunakan.
4. Guru harus memperhitungkan untung- rugi penggunaan media.
5. Penggunaan media pembelajaran harus diorganisir secara sistematis.
6. Guru dapat menggunakan multimedia jika pokok bahasan memerlukan beberapa macam media.
7. Guru harus mempersiapkan media secara cermat dan juga siswa yang akan diajar sehingga ada interaksi dalam proses belajar mengajar.


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Manfaat Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Manfaat Penggunaan Media Pembelajaran
Media pembelajaran mempunyai manfaat yang utama yaitu membantu siswa untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. Tetapi menurut beberapa ahli pendidikan media pembelajaran mempunyai manfaat yang lebih luas antara lain :

1. Menurut Dale
Menurut Dale manfaat media pembelajaran adalah :
a Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas.
b Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa.
c Menunjukkan hubungan mata pelajaran dan kebutuhan serta minat siswa dengan meningkatnya motivasi belajar siswa.
d Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa.
e Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa.
f Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya hasil belajar siswa.
g Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak yang telah mereka pelajari.
h Melengkapi pengalaman yang kaya dengan konsep-konsep yang bermakna dan dapat dikembangkan.
i Memperluas wawsan dan pengalaman siswa yang mencerminkan pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi.
j Menyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan fikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem dan gagasan yang bermakna.

2. Menurut Sudjana dan Rifa’i
Manfaat media pembelajaran menurut mereka adalah :
a Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar
b Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannnya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran
c Metode belajar akan lebuh bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak mengalami kebosanan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran
d Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti: mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

3. Menurut Oemar Malik
Manfaat media pembelajaran menurut Oemar Malik adalah :
a Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berfikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme
b Memperbesar perhatian siswa
c Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap
d Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalalangan siswa
e Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu terutama melalui gambar hidup
f Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa.

Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain dan membantu efiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar (Oemar Hamalik, 1976: 15-16).


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Penggunaan Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka upaya peningkatan interaksi belajar mengajar. Oleh karena itu harus diperhatikan prinsip-prinsip penggunaannya. Menurut Asnawir dan M Basyiruddin Usman (2002: 19). Prinsip-prinsip penggunaan media pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Pengunaan media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai bagian yang integral dari suatu sistem pengajaran dan bukan hanya sebagai alat bantu yang berfungsi sebagai tambahan yang digunakan bila dianggap perlu dan hanya dimanfaatkan bila sewaktu-waktu digunakan.
2. Media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai sumber belajar yang digunakan dalam usaha memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.
3. Guru hendaknya dapat mengasai teknik-teknik dari suatu media pembelajaran yang digunakan.
4. Guru seharusnya memperhitungkan untung ruginya pemanfaatan suatu media pembelajaran.
5. Penggunaan media pembelajaran harus diorganisir secara sistematis.
6. Jika sekiranya suatu pokok bahasan memerlukan lebih dari beberapa macam media, maka guru dapat memanfaatkan multimedia yang menguntungkan dan memperlancar proses belajar mengajar dan dapat merangsang motivasi belajar siswa sehingga dapat meningkatkan interaksi belajar mengajar.

Menurut Arief Sukadi S.S dan Radikun (1998: 173-174) prinsip-prinsip penggunaan media adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada satupun teknik atau strategi mengajar dan media pembelajaran yang harus dipakai tanpa melibatkan strategi mengajar dan media lainnya. Oleh sebab itu sebaiknya dalam proses belajar mengajar dipergunakan teknik dan media pembelajaran sesuai dengan tujuan belajar dan kebutuhan belajar.
b. Tidak ada satu mediapun yang sessuai dan cocok dengan segala macam kegiatan belajar. Oleh karena itu sebaiknya sebelum melaksanakan proses belajar mengajar dipilih satu bentuk media yang cocok dan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan belajar.
c. Media tertentu lebih cepat dipakai untuk tujuan pembelajaran tertentu dibanding media lain.
d. Pengunaan berbagai media secara berlebihan dan tidak berdasarkan teori pemilihan media dalam tempo relatif kurang akan menyebabkan kaburnya isi materi ini berarti bukan pendekatan multi media.
e. Sebelum menggunakan suatu media dalam proses belajar mengajar sebaiknya guru melakukan persiapan yang cukup dan cermat. Karena hanya dengan cara demikian guru dapat menguasai seluruh materi dan proses belajar mengajar akan berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Bila dianggap perlu maka guru sebaiknya mempersiapkan bahan tambahan agar dapat memperluas dan memperdalam topik yang dibahasnya.
f. Selama belajar menggunakan media, sebaiknya siswa juga dipersiapkan sebelumnya dan siswa juga harus diperlakukan sebaik-baiknya sesuai dengan karakteristiknya sehingga dapat berperan sebagai siswa yang berperan aktif dan bertangungjawab dalam proses belajar mengajar dan juga dapat meningkatkan interaksi belajar.
g. Media perlu diusahakan agar dapat menjadi bagian intregal dari sistem pendidkan. Yakni media harus diperlakukan secara tepat dan proposional, sehingga tidak hanya sebagai alat Bantu mengajar tetapi betul- betul merupakan satu mata rantai dalam sistem pendidikan.
h. Jangan sekali- kali menggunakan media hanya untuk mengisi waktu kosong dengan tujuan sebagai hiburan semata, karena dengan demikian tanggapan siswa selanjutnya terhadap media betul- betul sebagai hiburan. Dan untuk mengubah situasi akan sulit sekali.

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prinsip- prinsip penggunaan media pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Media merupakan bagian intregal dari sistem pengajaran.
2. Media merupakan sumber belajar yang digunakan dalam usaha memecahkan masalah.
3. Guru harus menguasai tehnik media yang akan digunakan.
4. Guru harus memperhitungkan untung- rugi penggunaan media.
5. Penggunaan media pembelajaran harus diorganisir secara sistematis.
6. Guru dapat menggunakan multimedia jika pokok bahasan memerlukan beberapa macam media.
7. Guru harus mempersiapkan media secara cermat dan juga siswa yang akan diajar sehingga ada interaksi dalam proses belajar mengajar.


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Manfaat Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Manfaat Penggunaan Media Pembelajaran
Media pembelajaran mempunyai manfaat yang utama yaitu membantu siswa untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. Tetapi menurut beberapa ahli pendidikan media pembelajaran mempunyai manfaat yang lebih luas antara lain :

1. Menurut Dale
Menurut Dale manfaat media pembelajaran adalah :
a Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas.
b Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa.
c Menunjukkan hubungan mata pelajaran dan kebutuhan serta minat siswa dengan meningkatnya motivasi belajar siswa.
d Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa.
e Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa.
f Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya hasil belajar siswa.
g Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak yang telah mereka pelajari.
h Melengkapi pengalaman yang kaya dengan konsep-konsep yang bermakna dan dapat dikembangkan.
i Memperluas wawsan dan pengalaman siswa yang mencerminkan pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi.
j Menyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan fikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem dan gagasan yang bermakna.

2. Menurut Sudjana dan Rifa’i
Manfaat media pembelajaran menurut mereka adalah :
a Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar
b Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannnya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran
c Metode belajar akan lebuh bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak mengalami kebosanan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran
d Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti: mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

3. Menurut Oemar Malik
Manfaat media pembelajaran menurut Oemar Malik adalah :
a Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berfikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme
b Memperbesar perhatian siswa
c Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap
d Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalalangan siswa
e Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu terutama melalui gambar hidup
f Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa.

Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain dan membantu efiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar (Oemar Hamalik, 1976: 15-16).


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Model dan Prosedur Belajar Aktif

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Model dan Prosedur Penerapan Pendekatan Belajar Aktif (Active Learning Strategy)
Berikut ini adalah beberapa metode / strategi pembelajaran aktif yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar (khususnya mata pelajaran pendidikan agama Islam), diantara metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran Terbimbing (Guided Teaching)
Dalam tehnik ini, guru mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siswa atau mendapatkan hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian memilah-milahnya menjadi sejumlah kategori. Metode pembelajaran terbimbing merupakan selingan yang mengasyikkan di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini memungkinkan guru untuk mengetahui apa yang telah di ketahui dan dipahami oleh siswa sebelum memaparkan apa yang guru ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam mengajarkan konsep-konsep abstrak. (Silberman, 1996: 137)

Prosedur:
1. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pernyataan yang menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang mereka miliki. Gunakan pertanyaan yang memiliki beberapa kemungkinan jawaban, semisal “Bagaimana kamu menjelaskan seberapa cerdasnya seseorang?”.
2. Berikan waktu yang cukup kepada siswa secara berpasangan atau berkelompok untuk membahas jawaban mereka.
3. Perintahkan siswa untuk kembali ketempat masing-masing dan catatlah pendapat mereka. Jika memungkinkan, seleksilah jawaban mereka menjadi beberapa kategori terpisah yang terkait dengan kategori atau konsep yang berbeda semisal “kemampuan membuat mesin” pada kategori kecerdasan kinestetika-tubuh.
4. Sajikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan kesesuaian jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan yang memberi informasi tambahan bagi poin pembelajaran dari pelajaran anda. (Silberman, 1996: 137-138)

Variasi:
a. Jangan memilah-milah jawaban siswa menjadi daftar yang terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar panjang dan perintahkan mereka untuk mengkategorikan gagasan mereka terlebih dahulu sebelum anda membandingkannya dengan konsep yang ada dipikiran anda.
b. Mulailah pelajaran dengan tanpa kategori yang sudah ada dibenak anda. Cermati bagaimana siswa dan anda secara bersama bisa memilah-milah gagasan-gagasan mereka menjadi kategori yang berguna. (Silberman, 1996: 138)
2) Pemecahan Masalah (Prblem Solving)
Strategi pemecahan masalah adalah satu strategi yang mendorong siswa mengawasi langkah-langkah yang mereka gunakan dalam memecahkan satu masalah. Mereka akan ‘menunjukkan dan menjelaskan’ bagaimana mereka menyelesaikan masalah itu. Dengan menganalisis langkah-langkah yang rinci, guru dapat memperoleh informasi yang berharga tentang kecakapan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa-siswa. Untuk menjadi pemecah masalah, siswa perlu belajar berbuat dari pada hanya mengoreksi jawaban-jawaban masalah yang ada dalam buku teks. (Hisyam, 2005: 200)

Prosedur:
1. Pilihlah satu, dua atau tiga masalah di antara masalah-masalah yang telah dipelajari oleh siswa.
2. Pecahkan sendiri (guru) masalah-masalah itu dan tulis semua langkah-langkah atau prosedur yang dilalui untuk memecahkan masalah itu. (Catat berapa lama anda menyelesaikan masalah itu).
3. Kalau anda mendapatkan masalah memerlukan waktu yang banyak atau terlalu sulit, ganti dengan yang lain.
4. Sewaktu anda mendapatkan satu masalah yang bagus yang dapat anda pecahkan dan dokumentasikan kurang dari tigapuluh menit, berikan mereka kepada siswa. (Asumsikan bahwa siswa akan menyelesaikan sekitar satu jam).
5. Buatlah perintah atau petunjuk kerja dengan sangat jelas.
6. Berikan dan jelaskan evaluasi masalah-masalah kepada siswa.
7. Jelaskan kepada mereka bahwa ini bukan tes atau ulangan atau quiz.
8. Berikan waktu yang layak kepada siswa untuk mengerjakan tugas ini,
9. Setelah siswa mengerjakan tugas, anda mengumpulkannya dan siap untuk melakukan koreksi atau evaluasinya dengan criteria yang sudah dibuat.
10. Setelah dikoreksi, anda mengembalikannya kepada siswa. (Hisyam, 2005: 200-201)
3) Belajar ala Permainan Jigsaw (Learning Jigsaw)
Belajar ala Jigsaw (menyusun potongan gambar) merupakan tehnik yang paling banyak dipraktikkan. Tehnik ini serupa dengan pertukaran kelompok-dengan kelompok, namun ada satu perbedaan penting yakni tiap siswa mengajarkan sesuatu. Ini merupakan alternative menarik bila ada materi belajar yang bias disegmentasikan atau dibagi-bagi dan bila bagian-bagiannya harus diajarkan secara berurutan. Tiap siswa mempelajari sesuatu yang, bila digabungkan dengan materi yang dipelajari oleh siswa lain, membentuk kumpulan pengetahuan atau ketrampilan yang padu. (Silberman, 1996: 192)

Prosedur:
1. Pilihlah materi belajar yang bisa dipecah menjadi beberapa bagian. Sebuah bagian bisa sependek kalimat atau sepanjang beberapa paragraph. (Jika materinya panjang, perintahkan siswa untuk membaca tugas mereka sebelum pelajaran). Contoh diantaranya:
• Modul berisi beberapa poin penting.
• Bagian-bagian eksperimen ilmu pengetahuan.
• Sebuah naskah yang memiliki bagian atau sub judul yang berbeda.
• Sebuah daftar definisi.
• Sejumlah artikel setebal majalah atau jenis bacaan pendek yang lain.
2. Hitunglah jumlah bagian yang hendak dipelajari dan jumlah siswa. Bagikan secara adil berbagai tugas kepada berbagai kelompok siswa. Sebagai contoh, bayangkan sebuah kelas yang terdiri dari 12 siswa. Dimisalkan bahwa anda bisa membagi materi pelajaran menjadi tiga segmen atau bagian. Anda mungkin selanjutnya dapat membentuk kwartet (kelompok empat anggota), dengan memberikan segmen 1, 2, atau 3 kepada tiap kelompok. Kemudian, perintahkan tiap kwartet atau ‘kelompok belajar’ untuk membaca, mendiskusikan, dan mempelajari materi yang mereka terima. (Jika anda menghendaki, anda dapat membentuk dua pasang ‘rekan belajar’ terlebih dahulu dan kemudian menggabungkan pasangan-pasangan itu menjadi kwartet untuk berkonsultasi dan saling berbagi pendapat.)
3. Setelah waktu belajar selesai, bentuklah kelompok-kelompok ‘belajar ala jigsaw,’ kelompok tersebut terdiri dari perwakilan tiap ‘kelompok belajar’di kelas. Dalam contoh yang baru saja diberikan, anggota dari tiap kwartet dapat berhitung mulai dari 1, 2, 3, dan 4. Kemudian bentuklah kelompok belajar jigsaw dengan jumlah yang sama. Hasilnya adalah empat kelompok trio. Dalam masing-masing trio akan ada satu siswa yang telah mempelajari segmen 1, segmen 2, dan segmen 3.
4. Perintahkan anggota kelompok ‘jigsaw’ untuk mengajarkan satu sama lain apa yang telah mereka pelajari.
5. Perintahkan siswa untuk kembali keposisi semula dalam rangka membahas pertanyaan yang masih tersisa guna memastikan pemahaman yang akurat. (Silberman, 1996: 195)

Variasi:
a. Berikan tugas baru -misalnya menjawab sejumlah pertanyaan- yang didasarkan pada pengetahuan akumulatif dari semua anggota kelompok belajar jigsaw.
b. Beri siswa tanggung jawab untuk mempelajari ketrampilan, sebagai alternatif dari pemberian informasi kognitif. Perintahkan siswa untuk saling mengajarkan ketrampilan yang telah mereka pelajari. (Silberman, 1996: 160-162)
4) Diskusi Panel
Silberman (1996: 155) mengungkapkan bahwa “Aktivitas ini merupakan cara yang baik untuk menstimulasi diskusi dan memberi siswa kesempatan untuk mengenali, menjelaskan, dan mengklarifikasi persoalan sembari tetap bisa berpartisipasi aktif dengan seluruh siswa.”

Prosedur:
1. Pilihlah sebuah masalah yang akan mengundang minat siswa. Sajikan persoalan itu agar siswa terstimulasi untuk mendiskusikan pendapat mereka. Sebutkan lima pertanyaan untuk didiskusikan.
2. Pilihlah empat hingga enam siswa untuk membentuk kelompok diskusi panel. Aturlah mereka dalam formasi semi lingkaran di bagian depan kelas.
3. Perintahkan siswa yang lain untuk duduk di sekeliling kelompok diskusi pada tiga sisi dalam formasi sepatu kuda.
4. Mulailah dengan pertanyaan pembuka yang provokatif. Serahkan tanggungjawab diskusi panel kepada kelompok inti sedangkan siswa yang lain membuat catatan dalam rangka mempersiapkan giliran diskusi mereka.
5. Pada akhir periode diskusi yang sudah ditetapkan, pisahkan seluruh kelas menjadi kelompok-kelompok kecil untuk melanjutkan diskusi tentang pertanyaan yang masih ada. (Silberman, 1996: 155-156)

Variasi:
a. “Baliklah urutannya, mulailah dengan diskusi kelompok kecil dan diikuti dengan diskusi panel”.
b. “Perintahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan diskusi”. (Silberman, 1996: 156)
5) Studi Kasus Bikinan - Siswa (student-created case studies)
Studi kasus diakui secara luas sebagai salah satu metode belajar terbaik. Diskusi kasus pada umumnya berfokus pada persoalan yang ada dalam situasi atau contoh konkret, tindakan yang mesti diambil dan pelajaran yang bias dipetik, serta cara-cara menangani atau menghindari situasi semacam itu dimasa mendatang. Tehnik-tehnik yang berikut ini memungkinkan siswa untuk membuat studi kasus mereka sendiri. (Silberman, 1996: 201)

Prosedur:
1. Bagilah kelas menjadi pasangan atau trio. Perintahkan mereka untuk membuat studi kasus yang bisa dianalisis dan didiskusikan oleh siswa lain.
2. Jelaskan bahwa tujuan dari sebuah studi kasus adalah mempelajari sebuah topik dengan mengkaji situasi atau contoh konkret yang mencerminkan topik itu. Berikut adalah beberapa contohnya:
• Sebuah syair Jepang bisa ditulis untuk menunjukkan cara membacanya.
• Sebuah resume aktual bisa dianalisis untuk mempelajari cara menulis resume.
• Sebuah laporan tentang cara seseorang melakukan eksperimen ilmiah bisa didiskusikan untuk mempelajari tentang prosedur ilmiah.
• Sebuah dialog antara seorang manager dan karyawan bisa ditelaah untuk mempelajari cara memberikan dukungan positif.
• Sejumlah langkah yang diambil oleh orang tua dalam situasi konflik dengan seorang anak bisa dikaji untuk mempelajari cara menangani perilaku.
3. Sediakan waktu yang mencukupi bagi pasangan atau trio untuk membuat studi kasus singkat yang mengandung contoh atau isu untuk didiskusikan atau sebuah persoalan untuk dipecahkan yang relevan dengan materi pelajaran dikelas.
4. Bila studi kasus ini selesai, perintahkan kelompok untuk menyajikannya kepada siswa lain. Beri kesempatan anggota kelompok untuk memimpin diskusi kasus. (Silberman, 1996: 201-203)

Variasi:
a. “Tunjuk beberapa orang siswa untuk telah terlebih dahulu menyiapkan studi kasus untuk siswa lain. (penyiapan sebuah studi kasus merupakan tugas belajar yang baik.)”
b. “Buatlah beberapa kelompok dalam jumlah genap. Pasangkan kelompok dan perintahkan mereka untuk bertukar studi kasus.” (Silberman, 1996: 203)
6) Pencarian Informasi
Metode ini bisa disamakan dengan ujian open-book. Tim-tim di kelas mencari informasi (biasanya yang diungkap dalam pengajaran ala ceramah) yang menjawab pertanyaan yang diajukan kepada mereka. Metode ini sangat membantu menjadikan materi yang biasa-biasa saja menjadi lebih menarik. (Silberman, 1996: 173)

Prosedur:
1. Buatlah sekumpulan pertanyaan yang dapat dijawab dengan mencari informasi yang bisa ditemukan dalam buku sumber yang telah anda bagikan kepada siswa. Materi sumbernya bias mencakup:
• Buku pegangan
• Dokumen
• Buku teks
• Panduan referensi
• Informasi yang diakses melalui computer
• Artifak
• Peralatan ‘berat’ (misalnya mesin)
2. Bagikan pertanyaan-pertanyaan tentang topiknya.
3. Perintahkan siswa untuk mencari informasi dalam tim-tim kecil. Kompetisi yang bersahabat bisa diwujudkan untuk mendorong partisipasi.
4. Bahaslah jawabannya di depan kelas. Perluaslah jawabannya guna memperluas cakupan pembelajaran. (Silberman, 1996: 173-174)


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Hakikat Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Pengertian Media Pembelajaran
Kata media merupakan bentuk jamak dari Medium yang secara harfiah tengah, pengantar, atau perantara. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan dari pengirim pesan (Azhar Arsyad, 2002:3). Sedangkan dalam kepustakaan asing yang ada sementra para ahli menggunakan istilah Audio Visual Aids (AVA), untuk pengertian yang sama. Banyak pula para ahli menggunakan istilah Teaching Material atau Instruksional Material yang artinya identik dengan pengertian keperagaan yang berasl dari kata “raga” artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamanati melalui panca indera kita (Hamalik , 1994:11).

Dan sebelum diambil sebuah kesimpulan mengenai arti dari media pembelajaran ada baiknya penulis memaparkan tentang pengertian media yang telah dirumuskan oleh para ahli pendidikan diantaranya :
1. Menurut AECT (Assosiation for Educational Communication and Technology). Media merupakan segala bentuk dan saluran yang digunakan dalam proses penyampaian informasi (Azhar Arsyad, 2002:3)

2. Menurut NEA ( National Educational Assosiation). Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar, dan di baca (Arif Sadiman , 2003:6 )
3. Menurut P. Ely dan Vernon S. Gerlach. Media memiliki dua pengertian yaitu arti luas dan sempit. Menurut arti luas yaitu kegiatan yang dapat menciptakan kondisi, sehingga memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baru. Dan menurut arti sempit media berwujud grafik, foto, alat mekanik dan elektronik yang digunakan untuk menangkap, memproses, serta menyampaikan informasi. (Ahmad Rohani , 1997:2-3)

4. Menurut Asnawir dan Basyiruddin dalam bukunya mendefinisikan media adalah suatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran dan kemauan audiens (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses pendidikan (Asnawir, Basyiruddin, 2002:11)

5. Zakiah Darajat mengutip Rostiyah dkk. media pendidikan merupakan alat, metode, dan tehnik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah ( Zakiah Darajat, 1992:80)

6. Muhaimin dalam bukunya mendefisinikan media pembelajaran agama adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan pendidikan agama dari pengirim atau guru kepada penerima pesan (siswa) dan dapat merangsang perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar pendidikan agama ( Muhaimin , 1992:9)
Dari beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa media pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran yaitu penerima pesan tersebut. Bahwa materi yang ingin di sampaikan adalah pesan pembelajarannya serta tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar mengajar.

Apabila dalam satu dan hal lain media tidak dapat menjalankan sebagaimana fungsinya sebagai penyalur pesan yang diharapkan, maka media tersebut tidak efektif dalam arti tidak mampu mengkomunikasikan isi pesan yang diinginkan dan disampaikan oleh sumber kepada sasaran yang ingin dicapai.


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Jenis-jenis Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Macam-macam Media Pembelajaran
Gearlach dan Elly, dalam bukunya yang berjudul "Teaching and Media", menggolonglan media atas dasar ciri-ciri fisiknya terdiri dari :
1. Benda Sesungguhnya
Benda sebenarnya termasuk dalam katagoei ini meliputi : orang, kejadian, objek atau benda
2. Presentasi Verbal
Presentasi verbal yang termasuk dalam katagori ini meliputi : media cetak, kata-kata yang diproyeksikan melalui slide, filmstrip, transparansi, catatan di papan tulis, majalah dinding, papan tempel, dan lain sebagainya
3. Presentasi Grafis
Presentasi grafis, katagori ini meliputi : Chart, grafik, peta, diagram, lukisan/gambar yang sengaja dibuat untuk mengkomunikasikan suatu ide, ketrampilan/sikap.
4. Potret diam (Still picture)
Potret ini dari berbagai macam objek atau peristiwa yang mungkin dipresentasikan melalui buku, film, stip, slide, majalah dinding dan sebagainya.
5. Film (Motion picture)
Artinya jenis media yang diperoleh dari hasil pemotretan benda/kejadian sebenarnya maupun film dari pemotretan gambar (film animasi)
6. Rekaman suara (audio recorder)
Ialah bentuk media dengan menggunakan bahasa verbal atau efek suara, dalam hal ini sudah barang tentu dapat dimanfaatkan secara klasikal, kelompok atau bersifat individual.
7. Program atau disebut dengan "pengajaran Berprograma"
Yaitu infomasi verbal, visual, atau audio yang sengaja dibuat untuk merangsang adanya respon dari siswa.
8. Simulasi
Adalah peniruan situasi yang sengaja diadakan untuk mendekati/menyerupai kejadian sebenarnya, contoh : simulasi tingkah laku seorang pengemudi dalam mobil dengan memperhatikan keadaan jalan ditunjukkan pada layar (dengan film). Simulasi dapat pula dilakukan dengan permainan (permainan simulasi) (Mahfud, 1986 : 46-47).

Selanjutnya apabila penggolongan jenis media tersebut atas dasar ukuran serta kompleks tidaknya alat perlengkapan, maka dapat diklasifikasikan menjadi lima macam yaitu :
a. Media tanpa proyeksi dua dimensi : yaitu jenis yang penggunaannya tanpa proyektor dan hanya mempunyai dua ukuran saja, yakni panjang dan lebar. Termasuk dalam jenis ini misalnya : papan tulis, papan tempel, papan fanel, dan lainnya.
b. Media tanpa proyeksi tiga dimensi yaitu : Jenis media yang penggunaannya tanpa proyektor dan mempunyai ukuran panjang, lebal tebal, dan tinggi. Termasuk dalam katagori ini misalnya : benda sebenarnya, boneka, dan sebagainya.
c. Media Audio yaitu media yang hanya memberikan rangsangan suara saja. Media ini penggunaannya tanpa proyektor, tetapi memiliki alat perlengkapan khusus yang dapat menyampaikan atau memperkera suara. Jenis media semacam ini misalnya : radio dan tape recorder.
d. Media dengan proyeksi yaitu : Media yang penggunaannya memakai proyektor, misalnya : Fim, slide, dan Film strip.
e. Televisi dan Video Tape Recorder yaitu Jenis media yang pada prinsipnya sama dengan Audio Tape recorder, dan Radio.
Perbedaannya jika radio cukup dengan pemancar suara saja, sedangkan Tv memancarkan suara dan gambar. Video Tape Recorder adalah alat untuk merekam, menyimpan dan menampilkan kembali secara serempak suara dan gambar dari suatu objek. Sedangkan kalau TV adalah sebagai alat untuk melihat gambar dan mendengarkan suara dari jarak jauh. (Mahfud , 1986: 47-48).


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Landasan Penggunaan Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Menurut Drs Mahfudh Shalahuddin dalm bukunya Media Pendidikan Islam menyatakan ada beberapa dasar penggunaan media pembelajaran antara lain :
1. Dasar Religius
Dalam masalah penerapan media pendidikan agama, harus memperhatikan jiwa keagamaan pada anak didik. Oleh karena faktor inilah yang justru menjadi sasaran media pendidikan agama yang sangat prinsipil. Dengan tanpa memperhatikan serta memahami perkembangan jiwa anak atau tingkat daya fikir anak didik, guru agama akan sulit diharapaknan untuk menjadi sukses. Sebagaimana firman Allah surat An-Nahl ayat 125 :

Artinya : Serulah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (An-Nahl :125)

Hikmah adalah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil. Bermacam-macam orang mengartikan kata “Hikmah” dalam arti “Bijaksana.” Adapula yang mengartikan hikmah dengan cara yang tepat dan efektif. Syekh Muhammad Abduh dalam tafsir Al Manar (juz III) mengartikan kata hikmah dengan “Alasan-alasan ilmiah dengan dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akal (Humaidi, 1974 : 8). Dalam Lisanul Arab diterangkan bahwa” : Hakim yaitu orang yang berhikmah, ialah orang yang paham benar tentang seluk beluk kaifiat/cara mengerjakan sesuatu dan dia mahir didalamnya.

Dapat disimpulkan bahwa hikmah adalah cara yang bijaksana, tepat, efektif, dan dapat diterima dengan akal. Oleh karena itu tugas pengamatan yang pertama harus dilakukan oleh guru agama sebagai pendidik ialah pengamatan langsung kepada perkembangan keagamaan anak didik. Sebab perkembangan sikap keagamaan anak sangat erat hubungannya dengan sikap percaya kepada Tuhan, yang telah diberikan di lingkungan keluarga atau masyarakat, yang selanjutnya dapat dijadikan bahan dasar pengertian dalam melaksanakan tugas sesuai dengan metode yang dipakai dalam proses belajar mengajar.(Mahfud Salahuddin, 1986 : 21)

2. Dasar Psikologis
Pada waktu guru menyusun desain untuk media, ia harus telah merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan jelas, agar kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan efektif dan efisien, guru pula yang menentukan dan mengorganisir komponen media. Guru akan dapat mengorganisir komponen dengan tepat kalau ia mengetahui tentang proses belajar mengajar/tipe-tipe belajar. Belajar adalah suatu proses yang kompleks dan unik. Kompleks artinya mengikutsertakan segala aspek kepribadian baik jasmani maupun rohani. Sedangkan unik berarti cara belajar dari tiap orang mempunyai perbedaan, seperti dalam hal : minat, bakat, kemampuan, kecerdasan serta tipe belajar.

Hakikat perbuatan belajar mengajar adalah usaha terjadinya perubahan tingkah laku kepribadian bagi orang yang belajar. Perubahan itu baik dalam aspek pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap/nilai. Guru akan dapat memilih dan menggunakan media dengan tepat dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran, jika mengetahui tentang proses orang mengenal dunia dan sekitar bagaimana cara mempelajarinya (mahfud, 1986 : 22).

3. Dasar Teknologis
Kemajuan dan perkembangan teknologi mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Pengaruh tersebut juga memasuki dunia pendidikan, sehingga menimbulkan istilah “Teknologi Pendidikan” yang mempunyai pengertian sebagai proses keseluruhan kegiatan yang melibatkan orang, prosedur, fikiran, perencanaan, organisasi dalam menganalisis masalah, melaksanakan dan menilai serta mengelola usaha pemecahan masalah dengan segala sumber yang ada (Mahfud Salahuddin, 1986: 42-43).


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Kriteria Media Pembelajaran
Menurut Arif S. Sadiman dkk. dalam bukunya “Media Pendidikan” menjelaskan bahwa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media adalah tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan belajar yang diinginkan, keadaan latar belakang dan lingkungan siswa, situasi kondisi setempat dan luas jangkauan yang ingin dilayani. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya harus diterjemahkan dalam norma/kriteria keputusan pemilihan (Sadiman, 83-84).

Dalam hal ini Dick dan Carey menyebutkan bahwa disamping kesesuaian dengan tujuan perilaku belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu : pertama, ketersedian sumber setempat yaitu apabila media yang bersangkutan tidak terdapat sumber-sumber yang ada, maka harus dibeli atau dibuat sendiri.

Kedua, apakah untuk membeli atau memproduksi sendiri tersebut ada dana, tenaga, dan fasilitasnya. Ketiga, adalah faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama artinya bias digunakan dimanapun dengan peralatan yang ada di sekitarnya dan kapanpun serta mudah di bawa atau dipindahkan. Faktor keempat, adalah efektifitas biayanya dalam jangka waktu yang panjang, sebab ada jenis media yang biaya produksinya mahal (contohnya program film bingkai) tetapi dapat dipakai berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang.

Hakikat dari pemilihan media ini pada akhirnya adalah keputusan untuk memakai, tidak memakai atau mengadaptasi media yang bersangkutan (Arief S. Sadiman dkk, 1993 : 84).
Adapun kriteria dalam pemilihan media pembelajaran adalah :
a. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media yang dipilih berdasarkan tujuan insrtuksional yang diterpakan secara umum mengacu kepada kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga arah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh siswa seperti menghafal, melakukan kegiatan fisik, dan mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan pemikiran pada tingkatan lebih tinggi.
b. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi media yang berbeda, contoh film dan grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa.
c. Praktis, luwes dan bertahan, jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber cara lainnya memproduksi, maka tidak perlu dipaksakan. Kriteria ini menuntun para guru/instruktur untuk memilih media yang ada yang ada, mudah diperoleh atau mudah dibuat oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimanapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana.
d. Guru terampil menggunakannya, ini merupakan salah satu kriteria utama. Apapun jenis media yang digunakan, guru harus mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Nilai dan manfaat media sangat ditentukan oleh guru yang menggunakannya.
e. Pengelompokan sasaran, media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Oleh karena itu ada berbagai macam media yang digunakan untuk jenis kelompok besar, kecil, dan perorangan.
f. Mutu tekhnis, pengembangan visual baik gambar maupun fotografi harus memenuhi persyaratan tekhnis tertentu. Contohnya visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lainnya yang berupa latar belakang ( Azhar Arsyad, 1997 : 72-74).

Menurut Ahmad Rohani dalam bukunya “Media Instruksional Edukatif” menyatakan bahwa pemilihan dan pemanfaatan media perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Tujuan
Media hendaknya menunjang tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
b. Ketepatgunaan
Tepat dan berguna bagi pemahaman bahan yang dipelajari.
c. Keadaan peserta didik
Kemampuan berfikir dan daya tangkapa peserta didik, dan besar kecilnya kelemahan peserta didik perlu dipertimbangkan.
d. Ketersediaan
Pemilihan perlu memperlihatkan ada atau tidak media tersedia di perpustakaan atau di sekolah serta mudah-sulinya diperoleh.
e. Mutu teknis
Media harus memiliki kejelasan dan kualitas yang baik.
f. Biaya
Hal ini merupakan pertimbangan bahwa biaya yang dikeluarkan apakah seimbang dengan hasil yang dicapai serta ada kesesuaian atau tidak. (Ahmad Rohani, 1997: 72-74)

Berkaitan dengan hal tersebut beberapa ahli menyatakan : untuk memilih media atau menggunakannya media pembelajaran perlu diperhatikan hal-hal berikut :
a. Biaya lebih murah, pada saat pembelian ataupun dalam pemeliharaan
b. Kesesuaian dengan metode pembelajaran
c. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik
d. Pertimbangan praktis
Media dipilih atas dasar praktis tidaknya untuk digunakan seperti :
1) Kemudahannya dipindahkan atau ditempatkan.
2) Kesesuaian dengan fasilitas yang dad di kelas.
3) Keamanan penggunaannya.
4) Kemudahan perbaikinya.
5) Daya Tahannya.
e. Ketersediaan media tersebut berikut suku cadang di pasaran serta keterbatasan bagi peserta didik.

Jenis media yang digunakan harus dipilih berdasarkan kriteria utama, yaitu kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran dan kriteria lain, seperti yang telah diuraikan diatas. Bila media yang dipilih hanya memenuhi sebagian dari kriteria, dapat terjadi hal-hal sebagai berikut:
1) tampak baik dalam perencanaan tetapi tidak berhasil diproduksi, karena terlalu mahal atau sulit diperoleh peralatan dan bahan bakunya.
2) Diproduksi dengan kualitas rendah karena alasan yang sama seperti diatas.
3) Tidak atau kurang digunakan karena tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik, tidak praktis untuk digunakan atau tidak sesuai dengan metode pembelajaran.
4) Kurang efektif dalam mencapai tujuan (Ahmad Rohani, 1997: 29-30).

Akhirnya perlu dipahami tentang cara-cara pemilihan media ada tiga cara yaitu:
a. Model, flow Chart, Eliminasi.
Menggunakan sistem pengguguran (batal) dalam pengambilan keputusan.
b. Model Matriks.
Menangguhkan pengambilan keputusan, untuk memilih ini cocok kalau menggunakan media rancangan.
c. Model Checeklist.
Menangguhkan keputusan untuk memilih sampai seluruh kriteria dipertimbangkan, hal ini cocok untuk media jadi dan media rancangan. ( Ahmad Rohani, 1997: 34)


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Model dan Prosedur Belajar Aktif

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Model dan Prosedur Penerapan Pendekatan Belajar Aktif (Active Learning Strategy)
Berikut ini adalah beberapa metode / strategi pembelajaran aktif yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar (khususnya mata pelajaran pendidikan agama Islam), diantara metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran Terbimbing (Guided Teaching)
Dalam tehnik ini, guru mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siswa atau mendapatkan hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian memilah-milahnya menjadi sejumlah kategori. Metode pembelajaran terbimbing merupakan selingan yang mengasyikkan di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini memungkinkan guru untuk mengetahui apa yang telah di ketahui dan dipahami oleh siswa sebelum memaparkan apa yang guru ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam mengajarkan konsep-konsep abstrak. (Silberman, 1996: 137)

Prosedur:
1. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pernyataan yang menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang mereka miliki. Gunakan pertanyaan yang memiliki beberapa kemungkinan jawaban, semisal “Bagaimana kamu menjelaskan seberapa cerdasnya seseorang?”.
2. Berikan waktu yang cukup kepada siswa secara berpasangan atau berkelompok untuk membahas jawaban mereka.
3. Perintahkan siswa untuk kembali ketempat masing-masing dan catatlah pendapat mereka. Jika memungkinkan, seleksilah jawaban mereka menjadi beberapa kategori terpisah yang terkait dengan kategori atau konsep yang berbeda semisal “kemampuan membuat mesin” pada kategori kecerdasan kinestetika-tubuh.
4. Sajikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan kesesuaian jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan yang memberi informasi tambahan bagi poin pembelajaran dari pelajaran anda. (Silberman, 1996: 137-138)

Variasi:
a. Jangan memilah-milah jawaban siswa menjadi daftar yang terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar panjang dan perintahkan mereka untuk mengkategorikan gagasan mereka terlebih dahulu sebelum anda membandingkannya dengan konsep yang ada dipikiran anda.
b. Mulailah pelajaran dengan tanpa kategori yang sudah ada dibenak anda. Cermati bagaimana siswa dan anda secara bersama bisa memilah-milah gagasan-gagasan mereka menjadi kategori yang berguna. (Silberman, 1996: 138)
2) Pemecahan Masalah (Prblem Solving)
Strategi pemecahan masalah adalah satu strategi yang mendorong siswa mengawasi langkah-langkah yang mereka gunakan dalam memecahkan satu masalah. Mereka akan ‘menunjukkan dan menjelaskan’ bagaimana mereka menyelesaikan masalah itu. Dengan menganalisis langkah-langkah yang rinci, guru dapat memperoleh informasi yang berharga tentang kecakapan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa-siswa. Untuk menjadi pemecah masalah, siswa perlu belajar berbuat dari pada hanya mengoreksi jawaban-jawaban masalah yang ada dalam buku teks. (Hisyam, 2005: 200)

Prosedur:
1. Pilihlah satu, dua atau tiga masalah di antara masalah-masalah yang telah dipelajari oleh siswa.
2. Pecahkan sendiri (guru) masalah-masalah itu dan tulis semua langkah-langkah atau prosedur yang dilalui untuk memecahkan masalah itu. (Catat berapa lama anda menyelesaikan masalah itu).
3. Kalau anda mendapatkan masalah memerlukan waktu yang banyak atau terlalu sulit, ganti dengan yang lain.
4. Sewaktu anda mendapatkan satu masalah yang bagus yang dapat anda pecahkan dan dokumentasikan kurang dari tigapuluh menit, berikan mereka kepada siswa. (Asumsikan bahwa siswa akan menyelesaikan sekitar satu jam).
5. Buatlah perintah atau petunjuk kerja dengan sangat jelas.
6. Berikan dan jelaskan evaluasi masalah-masalah kepada siswa.
7. Jelaskan kepada mereka bahwa ini bukan tes atau ulangan atau quiz.
8. Berikan waktu yang layak kepada siswa untuk mengerjakan tugas ini,
9. Setelah siswa mengerjakan tugas, anda mengumpulkannya dan siap untuk melakukan koreksi atau evaluasinya dengan criteria yang sudah dibuat.
10. Setelah dikoreksi, anda mengembalikannya kepada siswa. (Hisyam, 2005: 200-201)
3) Belajar ala Permainan Jigsaw (Learning Jigsaw)
Belajar ala Jigsaw (menyusun potongan gambar) merupakan tehnik yang paling banyak dipraktikkan. Tehnik ini serupa dengan pertukaran kelompok-dengan kelompok, namun ada satu perbedaan penting yakni tiap siswa mengajarkan sesuatu. Ini merupakan alternative menarik bila ada materi belajar yang bias disegmentasikan atau dibagi-bagi dan bila bagian-bagiannya harus diajarkan secara berurutan. Tiap siswa mempelajari sesuatu yang, bila digabungkan dengan materi yang dipelajari oleh siswa lain, membentuk kumpulan pengetahuan atau ketrampilan yang padu. (Silberman, 1996: 192)

Prosedur:
1. Pilihlah materi belajar yang bisa dipecah menjadi beberapa bagian. Sebuah bagian bisa sependek kalimat atau sepanjang beberapa paragraph. (Jika materinya panjang, perintahkan siswa untuk membaca tugas mereka sebelum pelajaran). Contoh diantaranya:
• Modul berisi beberapa poin penting.
• Bagian-bagian eksperimen ilmu pengetahuan.
• Sebuah naskah yang memiliki bagian atau sub judul yang berbeda.
• Sebuah daftar definisi.
• Sejumlah artikel setebal majalah atau jenis bacaan pendek yang lain.
2. Hitunglah jumlah bagian yang hendak dipelajari dan jumlah siswa. Bagikan secara adil berbagai tugas kepada berbagai kelompok siswa. Sebagai contoh, bayangkan sebuah kelas yang terdiri dari 12 siswa. Dimisalkan bahwa anda bisa membagi materi pelajaran menjadi tiga segmen atau bagian. Anda mungkin selanjutnya dapat membentuk kwartet (kelompok empat anggota), dengan memberikan segmen 1, 2, atau 3 kepada tiap kelompok. Kemudian, perintahkan tiap kwartet atau ‘kelompok belajar’ untuk membaca, mendiskusikan, dan mempelajari materi yang mereka terima. (Jika anda menghendaki, anda dapat membentuk dua pasang ‘rekan belajar’ terlebih dahulu dan kemudian menggabungkan pasangan-pasangan itu menjadi kwartet untuk berkonsultasi dan saling berbagi pendapat.)
3. Setelah waktu belajar selesai, bentuklah kelompok-kelompok ‘belajar ala jigsaw,’ kelompok tersebut terdiri dari perwakilan tiap ‘kelompok belajar’di kelas. Dalam contoh yang baru saja diberikan, anggota dari tiap kwartet dapat berhitung mulai dari 1, 2, 3, dan 4. Kemudian bentuklah kelompok belajar jigsaw dengan jumlah yang sama. Hasilnya adalah empat kelompok trio. Dalam masing-masing trio akan ada satu siswa yang telah mempelajari segmen 1, segmen 2, dan segmen 3.
4. Perintahkan anggota kelompok ‘jigsaw’ untuk mengajarkan satu sama lain apa yang telah mereka pelajari.
5. Perintahkan siswa untuk kembali keposisi semula dalam rangka membahas pertanyaan yang masih tersisa guna memastikan pemahaman yang akurat. (Silberman, 1996: 195)

Variasi:
a. Berikan tugas baru -misalnya menjawab sejumlah pertanyaan- yang didasarkan pada pengetahuan akumulatif dari semua anggota kelompok belajar jigsaw.
b. Beri siswa tanggung jawab untuk mempelajari ketrampilan, sebagai alternatif dari pemberian informasi kognitif. Perintahkan siswa untuk saling mengajarkan ketrampilan yang telah mereka pelajari. (Silberman, 1996: 160-162)
4) Diskusi Panel
Silberman (1996: 155) mengungkapkan bahwa “Aktivitas ini merupakan cara yang baik untuk menstimulasi diskusi dan memberi siswa kesempatan untuk mengenali, menjelaskan, dan mengklarifikasi persoalan sembari tetap bisa berpartisipasi aktif dengan seluruh siswa.”

Prosedur:
1. Pilihlah sebuah masalah yang akan mengundang minat siswa. Sajikan persoalan itu agar siswa terstimulasi untuk mendiskusikan pendapat mereka. Sebutkan lima pertanyaan untuk didiskusikan.
2. Pilihlah empat hingga enam siswa untuk membentuk kelompok diskusi panel. Aturlah mereka dalam formasi semi lingkaran di bagian depan kelas.
3. Perintahkan siswa yang lain untuk duduk di sekeliling kelompok diskusi pada tiga sisi dalam formasi sepatu kuda.
4. Mulailah dengan pertanyaan pembuka yang provokatif. Serahkan tanggungjawab diskusi panel kepada kelompok inti sedangkan siswa yang lain membuat catatan dalam rangka mempersiapkan giliran diskusi mereka.
5. Pada akhir periode diskusi yang sudah ditetapkan, pisahkan seluruh kelas menjadi kelompok-kelompok kecil untuk melanjutkan diskusi tentang pertanyaan yang masih ada. (Silberman, 1996: 155-156)

Variasi:
a. “Baliklah urutannya, mulailah dengan diskusi kelompok kecil dan diikuti dengan diskusi panel”.
b. “Perintahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan diskusi”. (Silberman, 1996: 156)
5) Studi Kasus Bikinan - Siswa (student-created case studies)
Studi kasus diakui secara luas sebagai salah satu metode belajar terbaik. Diskusi kasus pada umumnya berfokus pada persoalan yang ada dalam situasi atau contoh konkret, tindakan yang mesti diambil dan pelajaran yang bias dipetik, serta cara-cara menangani atau menghindari situasi semacam itu dimasa mendatang. Tehnik-tehnik yang berikut ini memungkinkan siswa untuk membuat studi kasus mereka sendiri. (Silberman, 1996: 201)

Prosedur:
1. Bagilah kelas menjadi pasangan atau trio. Perintahkan mereka untuk membuat studi kasus yang bisa dianalisis dan didiskusikan oleh siswa lain.
2. Jelaskan bahwa tujuan dari sebuah studi kasus adalah mempelajari sebuah topik dengan mengkaji situasi atau contoh konkret yang mencerminkan topik itu. Berikut adalah beberapa contohnya:
• Sebuah syair Jepang bisa ditulis untuk menunjukkan cara membacanya.
• Sebuah resume aktual bisa dianalisis untuk mempelajari cara menulis resume.
• Sebuah laporan tentang cara seseorang melakukan eksperimen ilmiah bisa didiskusikan untuk mempelajari tentang prosedur ilmiah.
• Sebuah dialog antara seorang manager dan karyawan bisa ditelaah untuk mempelajari cara memberikan dukungan positif.
• Sejumlah langkah yang diambil oleh orang tua dalam situasi konflik dengan seorang anak bisa dikaji untuk mempelajari cara menangani perilaku.
3. Sediakan waktu yang mencukupi bagi pasangan atau trio untuk membuat studi kasus singkat yang mengandung contoh atau isu untuk didiskusikan atau sebuah persoalan untuk dipecahkan yang relevan dengan materi pelajaran dikelas.
4. Bila studi kasus ini selesai, perintahkan kelompok untuk menyajikannya kepada siswa lain. Beri kesempatan anggota kelompok untuk memimpin diskusi kasus. (Silberman, 1996: 201-203)

Variasi:
a. “Tunjuk beberapa orang siswa untuk telah terlebih dahulu menyiapkan studi kasus untuk siswa lain. (penyiapan sebuah studi kasus merupakan tugas belajar yang baik.)”
b. “Buatlah beberapa kelompok dalam jumlah genap. Pasangkan kelompok dan perintahkan mereka untuk bertukar studi kasus.” (Silberman, 1996: 203)
6) Pencarian Informasi
Metode ini bisa disamakan dengan ujian open-book. Tim-tim di kelas mencari informasi (biasanya yang diungkap dalam pengajaran ala ceramah) yang menjawab pertanyaan yang diajukan kepada mereka. Metode ini sangat membantu menjadikan materi yang biasa-biasa saja menjadi lebih menarik. (Silberman, 1996: 173)

Prosedur:
1. Buatlah sekumpulan pertanyaan yang dapat dijawab dengan mencari informasi yang bisa ditemukan dalam buku sumber yang telah anda bagikan kepada siswa. Materi sumbernya bias mencakup:
• Buku pegangan
• Dokumen
• Buku teks
• Panduan referensi
• Informasi yang diakses melalui computer
• Artifak
• Peralatan ‘berat’ (misalnya mesin)
2. Bagikan pertanyaan-pertanyaan tentang topiknya.
3. Perintahkan siswa untuk mencari informasi dalam tim-tim kecil. Kompetisi yang bersahabat bisa diwujudkan untuk mendorong partisipasi.
4. Bahaslah jawabannya di depan kelas. Perluaslah jawabannya guna memperluas cakupan pembelajaran. (Silberman, 1996: 173-174)


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Hakikat Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Pengertian Media Pembelajaran
Kata media merupakan bentuk jamak dari Medium yang secara harfiah tengah, pengantar, atau perantara. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan dari pengirim pesan (Azhar Arsyad, 2002:3). Sedangkan dalam kepustakaan asing yang ada sementra para ahli menggunakan istilah Audio Visual Aids (AVA), untuk pengertian yang sama. Banyak pula para ahli menggunakan istilah Teaching Material atau Instruksional Material yang artinya identik dengan pengertian keperagaan yang berasl dari kata “raga” artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamanati melalui panca indera kita (Hamalik , 1994:11).

Dan sebelum diambil sebuah kesimpulan mengenai arti dari media pembelajaran ada baiknya penulis memaparkan tentang pengertian media yang telah dirumuskan oleh para ahli pendidikan diantaranya :
1. Menurut AECT (Assosiation for Educational Communication and Technology). Media merupakan segala bentuk dan saluran yang digunakan dalam proses penyampaian informasi (Azhar Arsyad, 2002:3)

2. Menurut NEA ( National Educational Assosiation). Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar, dan di baca (Arif Sadiman , 2003:6 )
3. Menurut P. Ely dan Vernon S. Gerlach. Media memiliki dua pengertian yaitu arti luas dan sempit. Menurut arti luas yaitu kegiatan yang dapat menciptakan kondisi, sehingga memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baru. Dan menurut arti sempit media berwujud grafik, foto, alat mekanik dan elektronik yang digunakan untuk menangkap, memproses, serta menyampaikan informasi. (Ahmad Rohani , 1997:2-3)

4. Menurut Asnawir dan Basyiruddin dalam bukunya mendefinisikan media adalah suatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran dan kemauan audiens (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses pendidikan (Asnawir, Basyiruddin, 2002:11)

5. Zakiah Darajat mengutip Rostiyah dkk. media pendidikan merupakan alat, metode, dan tehnik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah ( Zakiah Darajat, 1992:80)

6. Muhaimin dalam bukunya mendefisinikan media pembelajaran agama adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan pendidikan agama dari pengirim atau guru kepada penerima pesan (siswa) dan dapat merangsang perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar pendidikan agama ( Muhaimin , 1992:9)
Dari beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa media pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran yaitu penerima pesan tersebut. Bahwa materi yang ingin di sampaikan adalah pesan pembelajarannya serta tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar mengajar.

Apabila dalam satu dan hal lain media tidak dapat menjalankan sebagaimana fungsinya sebagai penyalur pesan yang diharapkan, maka media tersebut tidak efektif dalam arti tidak mampu mengkomunikasikan isi pesan yang diinginkan dan disampaikan oleh sumber kepada sasaran yang ingin dicapai.


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Jenis-jenis Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Macam-macam Media Pembelajaran
Gearlach dan Elly, dalam bukunya yang berjudul "Teaching and Media", menggolonglan media atas dasar ciri-ciri fisiknya terdiri dari :
1. Benda Sesungguhnya
Benda sebenarnya termasuk dalam katagoei ini meliputi : orang, kejadian, objek atau benda
2. Presentasi Verbal
Presentasi verbal yang termasuk dalam katagori ini meliputi : media cetak, kata-kata yang diproyeksikan melalui slide, filmstrip, transparansi, catatan di papan tulis, majalah dinding, papan tempel, dan lain sebagainya
3. Presentasi Grafis
Presentasi grafis, katagori ini meliputi : Chart, grafik, peta, diagram, lukisan/gambar yang sengaja dibuat untuk mengkomunikasikan suatu ide, ketrampilan/sikap.
4. Potret diam (Still picture)
Potret ini dari berbagai macam objek atau peristiwa yang mungkin dipresentasikan melalui buku, film, stip, slide, majalah dinding dan sebagainya.
5. Film (Motion picture)
Artinya jenis media yang diperoleh dari hasil pemotretan benda/kejadian sebenarnya maupun film dari pemotretan gambar (film animasi)
6. Rekaman suara (audio recorder)
Ialah bentuk media dengan menggunakan bahasa verbal atau efek suara, dalam hal ini sudah barang tentu dapat dimanfaatkan secara klasikal, kelompok atau bersifat individual.
7. Program atau disebut dengan "pengajaran Berprograma"
Yaitu infomasi verbal, visual, atau audio yang sengaja dibuat untuk merangsang adanya respon dari siswa.
8. Simulasi
Adalah peniruan situasi yang sengaja diadakan untuk mendekati/menyerupai kejadian sebenarnya, contoh : simulasi tingkah laku seorang pengemudi dalam mobil dengan memperhatikan keadaan jalan ditunjukkan pada layar (dengan film). Simulasi dapat pula dilakukan dengan permainan (permainan simulasi) (Mahfud, 1986 : 46-47).

Selanjutnya apabila penggolongan jenis media tersebut atas dasar ukuran serta kompleks tidaknya alat perlengkapan, maka dapat diklasifikasikan menjadi lima macam yaitu :
a. Media tanpa proyeksi dua dimensi : yaitu jenis yang penggunaannya tanpa proyektor dan hanya mempunyai dua ukuran saja, yakni panjang dan lebar. Termasuk dalam jenis ini misalnya : papan tulis, papan tempel, papan fanel, dan lainnya.
b. Media tanpa proyeksi tiga dimensi yaitu : Jenis media yang penggunaannya tanpa proyektor dan mempunyai ukuran panjang, lebal tebal, dan tinggi. Termasuk dalam katagori ini misalnya : benda sebenarnya, boneka, dan sebagainya.
c. Media Audio yaitu media yang hanya memberikan rangsangan suara saja. Media ini penggunaannya tanpa proyektor, tetapi memiliki alat perlengkapan khusus yang dapat menyampaikan atau memperkera suara. Jenis media semacam ini misalnya : radio dan tape recorder.
d. Media dengan proyeksi yaitu : Media yang penggunaannya memakai proyektor, misalnya : Fim, slide, dan Film strip.
e. Televisi dan Video Tape Recorder yaitu Jenis media yang pada prinsipnya sama dengan Audio Tape recorder, dan Radio.
Perbedaannya jika radio cukup dengan pemancar suara saja, sedangkan Tv memancarkan suara dan gambar. Video Tape Recorder adalah alat untuk merekam, menyimpan dan menampilkan kembali secara serempak suara dan gambar dari suatu objek. Sedangkan kalau TV adalah sebagai alat untuk melihat gambar dan mendengarkan suara dari jarak jauh. (Mahfud , 1986: 47-48).


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Landasan Penggunaan Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Menurut Drs Mahfudh Shalahuddin dalm bukunya Media Pendidikan Islam menyatakan ada beberapa dasar penggunaan media pembelajaran antara lain :
1. Dasar Religius
Dalam masalah penerapan media pendidikan agama, harus memperhatikan jiwa keagamaan pada anak didik. Oleh karena faktor inilah yang justru menjadi sasaran media pendidikan agama yang sangat prinsipil. Dengan tanpa memperhatikan serta memahami perkembangan jiwa anak atau tingkat daya fikir anak didik, guru agama akan sulit diharapaknan untuk menjadi sukses. Sebagaimana firman Allah surat An-Nahl ayat 125 :

Artinya : Serulah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (An-Nahl :125)

Hikmah adalah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil. Bermacam-macam orang mengartikan kata “Hikmah” dalam arti “Bijaksana.” Adapula yang mengartikan hikmah dengan cara yang tepat dan efektif. Syekh Muhammad Abduh dalam tafsir Al Manar (juz III) mengartikan kata hikmah dengan “Alasan-alasan ilmiah dengan dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akal (Humaidi, 1974 : 8). Dalam Lisanul Arab diterangkan bahwa” : Hakim yaitu orang yang berhikmah, ialah orang yang paham benar tentang seluk beluk kaifiat/cara mengerjakan sesuatu dan dia mahir didalamnya.

Dapat disimpulkan bahwa hikmah adalah cara yang bijaksana, tepat, efektif, dan dapat diterima dengan akal. Oleh karena itu tugas pengamatan yang pertama harus dilakukan oleh guru agama sebagai pendidik ialah pengamatan langsung kepada perkembangan keagamaan anak didik. Sebab perkembangan sikap keagamaan anak sangat erat hubungannya dengan sikap percaya kepada Tuhan, yang telah diberikan di lingkungan keluarga atau masyarakat, yang selanjutnya dapat dijadikan bahan dasar pengertian dalam melaksanakan tugas sesuai dengan metode yang dipakai dalam proses belajar mengajar.(Mahfud Salahuddin, 1986 : 21)

2. Dasar Psikologis
Pada waktu guru menyusun desain untuk media, ia harus telah merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan jelas, agar kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan efektif dan efisien, guru pula yang menentukan dan mengorganisir komponen media. Guru akan dapat mengorganisir komponen dengan tepat kalau ia mengetahui tentang proses belajar mengajar/tipe-tipe belajar. Belajar adalah suatu proses yang kompleks dan unik. Kompleks artinya mengikutsertakan segala aspek kepribadian baik jasmani maupun rohani. Sedangkan unik berarti cara belajar dari tiap orang mempunyai perbedaan, seperti dalam hal : minat, bakat, kemampuan, kecerdasan serta tipe belajar.

Hakikat perbuatan belajar mengajar adalah usaha terjadinya perubahan tingkah laku kepribadian bagi orang yang belajar. Perubahan itu baik dalam aspek pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap/nilai. Guru akan dapat memilih dan menggunakan media dengan tepat dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran, jika mengetahui tentang proses orang mengenal dunia dan sekitar bagaimana cara mempelajarinya (mahfud, 1986 : 22).

3. Dasar Teknologis
Kemajuan dan perkembangan teknologi mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Pengaruh tersebut juga memasuki dunia pendidikan, sehingga menimbulkan istilah “Teknologi Pendidikan” yang mempunyai pengertian sebagai proses keseluruhan kegiatan yang melibatkan orang, prosedur, fikiran, perencanaan, organisasi dalam menganalisis masalah, melaksanakan dan menilai serta mengelola usaha pemecahan masalah dengan segala sumber yang ada (Mahfud Salahuddin, 1986: 42-43).


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Kriteria Media Pembelajaran
Menurut Arif S. Sadiman dkk. dalam bukunya “Media Pendidikan” menjelaskan bahwa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media adalah tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan belajar yang diinginkan, keadaan latar belakang dan lingkungan siswa, situasi kondisi setempat dan luas jangkauan yang ingin dilayani. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya harus diterjemahkan dalam norma/kriteria keputusan pemilihan (Sadiman, 83-84).

Dalam hal ini Dick dan Carey menyebutkan bahwa disamping kesesuaian dengan tujuan perilaku belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu : pertama, ketersedian sumber setempat yaitu apabila media yang bersangkutan tidak terdapat sumber-sumber yang ada, maka harus dibeli atau dibuat sendiri.

Kedua, apakah untuk membeli atau memproduksi sendiri tersebut ada dana, tenaga, dan fasilitasnya. Ketiga, adalah faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama artinya bias digunakan dimanapun dengan peralatan yang ada di sekitarnya dan kapanpun serta mudah di bawa atau dipindahkan. Faktor keempat, adalah efektifitas biayanya dalam jangka waktu yang panjang, sebab ada jenis media yang biaya produksinya mahal (contohnya program film bingkai) tetapi dapat dipakai berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang.

Hakikat dari pemilihan media ini pada akhirnya adalah keputusan untuk memakai, tidak memakai atau mengadaptasi media yang bersangkutan (Arief S. Sadiman dkk, 1993 : 84).
Adapun kriteria dalam pemilihan media pembelajaran adalah :
a. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media yang dipilih berdasarkan tujuan insrtuksional yang diterpakan secara umum mengacu kepada kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga arah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh siswa seperti menghafal, melakukan kegiatan fisik, dan mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan pemikiran pada tingkatan lebih tinggi.
b. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi media yang berbeda, contoh film dan grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa.
c. Praktis, luwes dan bertahan, jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber cara lainnya memproduksi, maka tidak perlu dipaksakan. Kriteria ini menuntun para guru/instruktur untuk memilih media yang ada yang ada, mudah diperoleh atau mudah dibuat oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimanapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana.
d. Guru terampil menggunakannya, ini merupakan salah satu kriteria utama. Apapun jenis media yang digunakan, guru harus mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Nilai dan manfaat media sangat ditentukan oleh guru yang menggunakannya.
e. Pengelompokan sasaran, media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Oleh karena itu ada berbagai macam media yang digunakan untuk jenis kelompok besar, kecil, dan perorangan.
f. Mutu tekhnis, pengembangan visual baik gambar maupun fotografi harus memenuhi persyaratan tekhnis tertentu. Contohnya visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lainnya yang berupa latar belakang ( Azhar Arsyad, 1997 : 72-74).

Menurut Ahmad Rohani dalam bukunya “Media Instruksional Edukatif” menyatakan bahwa pemilihan dan pemanfaatan media perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Tujuan
Media hendaknya menunjang tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
b. Ketepatgunaan
Tepat dan berguna bagi pemahaman bahan yang dipelajari.
c. Keadaan peserta didik
Kemampuan berfikir dan daya tangkapa peserta didik, dan besar kecilnya kelemahan peserta didik perlu dipertimbangkan.
d. Ketersediaan
Pemilihan perlu memperlihatkan ada atau tidak media tersedia di perpustakaan atau di sekolah serta mudah-sulinya diperoleh.
e. Mutu teknis
Media harus memiliki kejelasan dan kualitas yang baik.
f. Biaya
Hal ini merupakan pertimbangan bahwa biaya yang dikeluarkan apakah seimbang dengan hasil yang dicapai serta ada kesesuaian atau tidak. (Ahmad Rohani, 1997: 72-74)

Berkaitan dengan hal tersebut beberapa ahli menyatakan : untuk memilih media atau menggunakannya media pembelajaran perlu diperhatikan hal-hal berikut :
a. Biaya lebih murah, pada saat pembelian ataupun dalam pemeliharaan
b. Kesesuaian dengan metode pembelajaran
c. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik
d. Pertimbangan praktis
Media dipilih atas dasar praktis tidaknya untuk digunakan seperti :
1) Kemudahannya dipindahkan atau ditempatkan.
2) Kesesuaian dengan fasilitas yang dad di kelas.
3) Keamanan penggunaannya.
4) Kemudahan perbaikinya.
5) Daya Tahannya.
e. Ketersediaan media tersebut berikut suku cadang di pasaran serta keterbatasan bagi peserta didik.

Jenis media yang digunakan harus dipilih berdasarkan kriteria utama, yaitu kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran dan kriteria lain, seperti yang telah diuraikan diatas. Bila media yang dipilih hanya memenuhi sebagian dari kriteria, dapat terjadi hal-hal sebagai berikut:
1) tampak baik dalam perencanaan tetapi tidak berhasil diproduksi, karena terlalu mahal atau sulit diperoleh peralatan dan bahan bakunya.
2) Diproduksi dengan kualitas rendah karena alasan yang sama seperti diatas.
3) Tidak atau kurang digunakan karena tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik, tidak praktis untuk digunakan atau tidak sesuai dengan metode pembelajaran.
4) Kurang efektif dalam mencapai tujuan (Ahmad Rohani, 1997: 29-30).

Akhirnya perlu dipahami tentang cara-cara pemilihan media ada tiga cara yaitu:
a. Model, flow Chart, Eliminasi.
Menggunakan sistem pengguguran (batal) dalam pengambilan keputusan.
b. Model Matriks.
Menangguhkan pengambilan keputusan, untuk memilih ini cocok kalau menggunakan media rancangan.
c. Model Checeklist.
Menangguhkan keputusan untuk memilih sampai seluruh kriteria dipertimbangkan, hal ini cocok untuk media jadi dan media rancangan. ( Ahmad Rohani, 1997: 34)


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Prinsip Belajar Aktif (Active Learning Strategy)

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Prinsip-Prinsip pendekatan Belajar Aktif (Active Learning Strategy)
Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip pendekatan belajar aktif (active learning strategy) adalah tingkah laku yang mendasar bagi siswa yang selalu nampak dan menggambarkan keterlibatannya dalam proses belajar mengajar baik keterlibatan mental, intelektual maupun emosional yang dalam banyak hal dapat diisyaratkan sebagai keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk keaktifan fisik.

Sedangkan dalam penerapan strategi belajar aktif, seorang guru harus mampu membuat pelajaran yang diajarkan itu menantang dan merangsang daya cipta siswa untuk menemukan serta mengesankan bagi siswa. Untuk itu seorang guru harus memperhatikan beberapa prinsip dalam menerapkan pendekatan belajar aktif (active learning strategy), sebagaimana yang diungkapkan oleh Semiawan (1992: 10) dan Zuhairini (1993: 116-118) bahwa prinsip-prinsip penerapan pendekatan belajar aktif (active learning strategy) adalah sebagai berikut:
1) Prinsip Motivasi
Motif adalah daya dalam pribadi seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Kalau seorang siswa rajin belajar, guru hendaknya menyelidiki apa kiranya motif yang mendorongnya. Kalau seorang siswa malas belajar, guru hendaknya menyelidiki mengapa ia berbuat demikian. Guru hendaknya berperan sebagai pendorong, motivator, agar motif-motif yang positif dibangkitkan dan atau ditingkatkan dalam diri siswa.

Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi dari dalam diri anak (intrinsik) dan motivasi dari luar diri anak (ekstrinsik). Motivasi dalam diri dapat dilakukan dengan menggairahkan perasaan ingin tahu anak, keinginan untuk mencoba, dan hasrat untuk maju dalam belajar. Motivasi dari luar dapat dilakukan dengan memberikan ganjaran, misalnya melalui pujian, hukuman, misalnya dengan penugasan untuk memperbaiki pekerjaan rumahnya (Semiawan, 1992: 10).

2) Prinsip Latar atau Konteks
Kegiatan belajar tidak terjadi dalam kekosongan. Sudah jelas, para siswa yang mempelajari sesuatu hal yang baru telah pula mengetahui hal-hal lain yang secara langsung atau tak langsung berkaitan. Karena itu, para guru perlu meyelidiki apa kira-kira pengetahuan, perasaan, ketrampilan, sikap, dan pengalaman yang telah dimiliki para siswa. Perolehan ini perlu dihubungkan dengan bahan pelajaran baru yang hendak diajarkan guru atau dipelajari para siswa. Dalam mengajarkan keanekaragaman tumbuh-tumbuhan atau hewan misalnya, para guru dapat mengaitkannya dengan pengalaman para siswa dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang dipelihara orang tuanya, yang berada dilingkungan sekitarnya. Dengan cara ini, para siswa akan lebih mudah menangkap dan memahami bahan pelajaran yang baru (Semiawan, 1992: 10).

3) Prinsip Keterarahan kepada Titik Pusat atau Focus Tertentu.
Seorang guru diharapkan dapat membuat suatu bentuk atau pola pelajaran, agar pelajaran tidak terpecah-pecah dan perhatian murid terhadap pelajaran dapat terpusat pada materi tertentu. Untuk itu seorang guru harus merumuskan dengan jelas masalah yang hendak dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab. Upaya ini akan dapat membatasi keluasan dan kedalaman tujuan belajar serta akan memberikan arah kepada tujuan yang hendak dicpai secara tepat (Zuhairini dkk, 1993: 117).

4) Prinsip Hubungan Social atau Sosialisasi
Dalam belajar para siswa perlu dilatih untuk bekerja sama dengan rekan-rekan sebayanya. Ada kegiatan belajar tertentu yang akan lebih berhasil jika dikerjakan secara bersama-sama, misalnya dalam kerja kelompok, daripada jika dikerjakan sendirian oleh masing-masing siswa. Belajar mengenai bahan bangunan yang biasanya digunakan oleh masyarakat dalam membangun rumah tentu saja akan lebih mudah dan lebih cepat jika para siswa bekerja sama. Mereka dapat dibagi kedalam kelompok dan kepada setiap kelompok diberikan tugas yang berbeda-beda. Latihan bekerja sama sangatlah penting dalam proses pembentukan kepribadian anak (Semiawan, 1992: 11).

5) Prinsip Belajar Sambil Bekerja
Anak-anak pada hakikatnya belajar sambil bekerja atau melakukan aktivitas. Bekerja adalah tuntutan pernyataan dari anak. Karena itu, anak-anak perlu diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan nyata yang melibatkan otot dan pikirannya. Semakin anak bertumbuh semakin berkurang kadar bekerja dan semakin bertambah kadar berpikir. Apa yang diperoleh anak melalui kegiatan bekerja, mencari, dan menemukan sendiri tak akan mudah dilupakan. Hal itu akan tertanam dalam hati sanubari dan pikiran anak. Para siswa akan bergembira kalau mereka diberi kesempatan untuk menyalurkan kemampuan bekerjanya (Semiawan, 1992: 11).

6) Prinsip Perbedaan Perorangan atau Individualisasi
Zuhairini dkk (1993: 117) mengungkapkan bahwa “masing-masing individu mempunyai kecenderungan yang berbeda. Untuk itu para guru diharapkan tidak memperlakukan sama terhadap siswa-siswanya. Seorang guru diharapkan dapat mempelajari perbedaan itu agar kecepatan dan keberhasilan belajar anak dapatlah ditumbuh kembangkan dengan seoptimal mungkin”.

7) Prinsip Menemukan
Seorang guru hendaknya dapat memberikan kesempatan kepada semua siswanya untuk mencari dan menemukan sendiri beberapa informasi yang telah dimiliki. Informasi guru tersebut hendaknya dibatasi pada informasi yang benar-benar mendasar dan ‘memancing’ siswa untuk ‘mengail’ informasi selanjutnya. Jika para siswa ini diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri informasi itu, maka mereka akan merasakan getaran pikiran, perasaan dan hati. Getaran-getaran dalam diri siswa ini akan membuat kegiatan belajar tidak membosankan, malah menggairahkan (Zuhairini dkk, 1993: 117-118).

8) Prinsip Pemecahan Masalah
Seluruh kegiatan siswa akan terarah jika didorong untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Guna mencapai tujuan-tujuan, para siswa dihadapkan dengan situasi bermasalah agar mereka peka terhadap masalah. Kepekaan terhadap masalah dapat ditimbulkan jika para siswa dihadapkan kepada situasi yang memerlukan pemecahan. Para guru hendaknya mendorong para siswa untuk melihat masalah, merumuskannya, dan berdaya upaya untuk memecahkannya sejauh taraf kemampuan para siswa (Semiawan, 1992: 13).

Jika prinsip-prinsip ini diterapkan dalam proses belajar mengajar nyata dikelas, maka pintu kearah pendekatan belajar aktif (active learning strategy) mulai terbuka.


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Komponen Strategi Belajar Aktif

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Komponen-Komponen Strategi Belajar Aktif (Active Learning Strategy)
Salah satu karakteristik dari pembelajaran yang menggunakan pendekatan belajar aktif (active learning strategy) adalah adanya keaktifan siswa dan guru, sehingga terciptanya suasana belajar aktif. Untuk menciptakan suasana belajar aktif tidak lepas dari beberapa komponen yang mendukungnya.
Sukandi (2003: 9) menyebutkan bahwa komponen-komponen pendekatan belajar aktif (active learning strategy) dalam proses belajar-mengajar adalah terdiri dari:

a. Pengalaman
Sukandi (2003: 10) mengungkapkan bahwa “Pengalaman langsung mengaktifkan lebih banyak indra dari pada hanya melalui mendengarkan”. Sedangkan Zuhairini (1993: 116) menyebutkan bahwa “cara mendapatkan suatu pengalaman adalah dengan mempelajari, mengalami dan melakukan sendiri”. Melalui membaca, siswa lebih menguasai materi pelajaran yang mereka pelajari dari pada hanya mendengarkan penjelasan dari guru.
b. Interaksi

Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila berlangsung dalam suasana diskusi dengan orang lain, berdiskusi, saling bertanya dan mempertanyakan, dan atau saling menjelaskan. Pada saat orang lain mempertanyakan pendapat kita atau apa yang kita kerjakan, maka kita terpacu untuk berpikir menguraikan lebih jelas lagi sehingga kualitas pendapat itu menjadi lebih baik.
Diskusi, dialog dan tukar gagasan akan membantu anak mengenal hub
ungan-hubungan baru tentang sesuatu dan membantu memiliki pemahaman yang lebih baik. Anak perlu berbicara secara bebas dan tidak terbayang-bayangi dengan rasa takut sekalipun dengan pernyataan yang menuntut (alasan/argumen). Argumen dapat membantu mengoreksi pendapat asalkan didasarkan pada bukti. (Sukandi, 2003: 10)
c. Komunikasi
Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tulisan, merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengungkapkan dirinya untuk mencapai kepuasan. Pengungkapan pikiran, baik dalam rangka mengemukakan gagasan sendiri maupun menilai gagasan orang lain, akan memantapkan pemahaman seseorang tentang apa yang sedang di
pikirkan atau dipelajari. (Sukandi, 2003: 11)
d. Refleksi
Bila seseorang mengungkapkan gagasannya kepada orang lain dan mendapat tanggapan, maka orang itu akan merenungkan kembali (merefleksi) gagasannya, kemudian melakukan perbaikan, sehingga memiliki gagasan yang lebih mantap. Refleksi dapat terjadi akibat adanya interaksi dan komunikasi. Umpan balik dari guru atau siswa lain terhadap hasil kerja seorang siswa yang berupa pernyataan yang menantang (membuat siswa berpikir) dapat merupakan pemicu bagi siswa untuk melakukan refleksi tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari. (Sukandi, 2003: 11)
Agar suasana belajar akt
if dapat tercipta secara maksimal, maka diantara beberapa komponen diatas terdapat pendukungnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sukandi (2003: 12) antara lain:

1) Sikap dan prilaku guru
Sesuai dengan pengertian mengajar yaitu menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar siswa, maka sikap dan prilaku guru hendaknya:
- Terbuka, mau mendengarkan pendapat siswa.
- Membiasakan siswa untuk mendengarkan bila guru atau siswa lain berbicara.
- Menghargai perbedaan pendapat.

- Mentolelir kesalahan siswa dan mendorong untuk memperbaikinya.
- Memberi umpan balik terhadap hasil kerja siswa.
- Tidak terlalu cepat untuk membantu siswa.
- Tidak kikir untuk memuji dan menghargai.
- Tidak menertawakan pendapat atau hasil karya siswa sekalipun kurang berkualitas, dan yang lebih penting ……

- Mendorong siswa untuk tidak takut salah dan berani menanggung resiko. (Sukandi, 2003: 12)
2) Ruang kelas yang menunjang belajar aktif, yaitu diantaranya:
- Berisikan banyak sumber belajar, seperti buku dan benda nyata.
- Berisi banyak alat bantu belajar, seperti media atau alat peraga.
- Berisi banyak hasil kerja siswa, seperti lukisan laporan percobaan, dan alat hasil percobaan.
- Letak bangku dan meja diatur sedemikian rupa sehingga siswa leluasa untuk bergerak. (Sukandi, 2003: 14)


Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat digambarkan sebuah diagram sebagaimana berikut ini:

Bagan: 1
Komponen-Komponen Strategi Belajar Aktif (Active Learning Strategy)
dan Pendukung-Pendukungnya

















(Sukandi, 2003: 15)
Berdasarkan gambar diatas, maka dapat dijelaskan bahwa komponen belajar aktif dan pendukungnya saling mempengaruhi dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Dari tampilan siswa dapat dilihat adanya pengalaman, interaksi, komunikasi dan refleksi. Sedangkan pendukungnya adalah sikap guru dan ruang kelas, dari tampilan guru dapat dilihat adanya sikap dan prilaku guru yang harus dimiliki oleh seorang guru d
an tampilan ruang kelas yang memiliki ciri-ciri khusus untuk menunjang belajar aktif.

Jelas sekali, guru merupakan aktor intelektual perekayasa tampilan siswa dan tampilan ruang kelas. Gurulah sebagai fasilitator tercipta kedua tampilan tersebut. Dengan perkataan lain, suasana belajar aktif hanya mungkin terjadi bila gurunya aktif pula, maksudnya aktif sebagai fasilitator.

Sehingga tidaklah benar adanya pendapat yang menganggap bahwa dalam kegiatan belajar mengajar yang bernuansa belajar aktif hanya siswalah yang aktif, sedangkan gurunya tidak. Keduanya harus aktif tetapi dalam peran masing-masing, dimana siswa aktif dalam belajar dan guru aktif dalam mengelola kegiatan belajar mengajar.

Bagi guru yang aktif, biasanya sebelum mengajar terlebih dahulu mempersiapkan rancangan pembelajaran (RP) yang matang dan media-media apa saja yang dibutuhkan sehingga pada waktu kegiatan proses belajar mengajar berlangsung guru sudah bisa menerapkannya dengan penuh keyakinan dan siswa juga senang dan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan kegiatan-kegiatan dalam belajar aktif dapat dijelaskan sebagaimana table berikut:

Tabel: Kegiatan Belajar Mengajar dengan Menggunakan Pendekatan Belajar Aktif
(Active Learning strategy)




















(Sukandi, 2003: 16)
Kegiatan belajar mengajar diatas menunjukkan adanya feed back (timbal balik) antara guru dengan siswa.



Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com