Model dan Prosedur Belajar Aktif

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Model dan Prosedur Penerapan Pendekatan Belajar Aktif (Active Learning Strategy)
Berikut ini adalah beberapa metode / strategi pembelajaran aktif yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar (khususnya mata pelajaran pendidikan agama Islam), diantara metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran Terbimbing (Guided Teaching)
Dalam tehnik ini, guru mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siswa atau mendapatkan hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian memilah-milahnya menjadi sejumlah kategori. Metode pembelajaran terbimbing merupakan selingan yang mengasyikkan di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini memungkinkan guru untuk mengetahui apa yang telah di ketahui dan dipahami oleh siswa sebelum memaparkan apa yang guru ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam mengajarkan konsep-konsep abstrak. (Silberman, 1996: 137)

Prosedur:
1. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pernyataan yang menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang mereka miliki. Gunakan pertanyaan yang memiliki beberapa kemungkinan jawaban, semisal “Bagaimana kamu menjelaskan seberapa cerdasnya seseorang?”.
2. Berikan waktu yang cukup kepada siswa secara berpasangan atau berkelompok untuk membahas jawaban mereka.
3. Perintahkan siswa untuk kembali ketempat masing-masing dan catatlah pendapat mereka. Jika memungkinkan, seleksilah jawaban mereka menjadi beberapa kategori terpisah yang terkait dengan kategori atau konsep yang berbeda semisal “kemampuan membuat mesin” pada kategori kecerdasan kinestetika-tubuh.
4. Sajikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan kesesuaian jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan yang memberi informasi tambahan bagi poin pembelajaran dari pelajaran anda. (Silberman, 1996: 137-138)

Variasi:
a. Jangan memilah-milah jawaban siswa menjadi daftar yang terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar panjang dan perintahkan mereka untuk mengkategorikan gagasan mereka terlebih dahulu sebelum anda membandingkannya dengan konsep yang ada dipikiran anda.
b. Mulailah pelajaran dengan tanpa kategori yang sudah ada dibenak anda. Cermati bagaimana siswa dan anda secara bersama bisa memilah-milah gagasan-gagasan mereka menjadi kategori yang berguna. (Silberman, 1996: 138)
2) Pemecahan Masalah (Prblem Solving)
Strategi pemecahan masalah adalah satu strategi yang mendorong siswa mengawasi langkah-langkah yang mereka gunakan dalam memecahkan satu masalah. Mereka akan ‘menunjukkan dan menjelaskan’ bagaimana mereka menyelesaikan masalah itu. Dengan menganalisis langkah-langkah yang rinci, guru dapat memperoleh informasi yang berharga tentang kecakapan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa-siswa. Untuk menjadi pemecah masalah, siswa perlu belajar berbuat dari pada hanya mengoreksi jawaban-jawaban masalah yang ada dalam buku teks. (Hisyam, 2005: 200)

Prosedur:
1. Pilihlah satu, dua atau tiga masalah di antara masalah-masalah yang telah dipelajari oleh siswa.
2. Pecahkan sendiri (guru) masalah-masalah itu dan tulis semua langkah-langkah atau prosedur yang dilalui untuk memecahkan masalah itu. (Catat berapa lama anda menyelesaikan masalah itu).
3. Kalau anda mendapatkan masalah memerlukan waktu yang banyak atau terlalu sulit, ganti dengan yang lain.
4. Sewaktu anda mendapatkan satu masalah yang bagus yang dapat anda pecahkan dan dokumentasikan kurang dari tigapuluh menit, berikan mereka kepada siswa. (Asumsikan bahwa siswa akan menyelesaikan sekitar satu jam).
5. Buatlah perintah atau petunjuk kerja dengan sangat jelas.
6. Berikan dan jelaskan evaluasi masalah-masalah kepada siswa.
7. Jelaskan kepada mereka bahwa ini bukan tes atau ulangan atau quiz.
8. Berikan waktu yang layak kepada siswa untuk mengerjakan tugas ini,
9. Setelah siswa mengerjakan tugas, anda mengumpulkannya dan siap untuk melakukan koreksi atau evaluasinya dengan criteria yang sudah dibuat.
10. Setelah dikoreksi, anda mengembalikannya kepada siswa. (Hisyam, 2005: 200-201)
3) Belajar ala Permainan Jigsaw (Learning Jigsaw)
Belajar ala Jigsaw (menyusun potongan gambar) merupakan tehnik yang paling banyak dipraktikkan. Tehnik ini serupa dengan pertukaran kelompok-dengan kelompok, namun ada satu perbedaan penting yakni tiap siswa mengajarkan sesuatu. Ini merupakan alternative menarik bila ada materi belajar yang bias disegmentasikan atau dibagi-bagi dan bila bagian-bagiannya harus diajarkan secara berurutan. Tiap siswa mempelajari sesuatu yang, bila digabungkan dengan materi yang dipelajari oleh siswa lain, membentuk kumpulan pengetahuan atau ketrampilan yang padu. (Silberman, 1996: 192)

Prosedur:
1. Pilihlah materi belajar yang bisa dipecah menjadi beberapa bagian. Sebuah bagian bisa sependek kalimat atau sepanjang beberapa paragraph. (Jika materinya panjang, perintahkan siswa untuk membaca tugas mereka sebelum pelajaran). Contoh diantaranya:
• Modul berisi beberapa poin penting.
• Bagian-bagian eksperimen ilmu pengetahuan.
• Sebuah naskah yang memiliki bagian atau sub judul yang berbeda.
• Sebuah daftar definisi.
• Sejumlah artikel setebal majalah atau jenis bacaan pendek yang lain.
2. Hitunglah jumlah bagian yang hendak dipelajari dan jumlah siswa. Bagikan secara adil berbagai tugas kepada berbagai kelompok siswa. Sebagai contoh, bayangkan sebuah kelas yang terdiri dari 12 siswa. Dimisalkan bahwa anda bisa membagi materi pelajaran menjadi tiga segmen atau bagian. Anda mungkin selanjutnya dapat membentuk kwartet (kelompok empat anggota), dengan memberikan segmen 1, 2, atau 3 kepada tiap kelompok. Kemudian, perintahkan tiap kwartet atau ‘kelompok belajar’ untuk membaca, mendiskusikan, dan mempelajari materi yang mereka terima. (Jika anda menghendaki, anda dapat membentuk dua pasang ‘rekan belajar’ terlebih dahulu dan kemudian menggabungkan pasangan-pasangan itu menjadi kwartet untuk berkonsultasi dan saling berbagi pendapat.)
3. Setelah waktu belajar selesai, bentuklah kelompok-kelompok ‘belajar ala jigsaw,’ kelompok tersebut terdiri dari perwakilan tiap ‘kelompok belajar’di kelas. Dalam contoh yang baru saja diberikan, anggota dari tiap kwartet dapat berhitung mulai dari 1, 2, 3, dan 4. Kemudian bentuklah kelompok belajar jigsaw dengan jumlah yang sama. Hasilnya adalah empat kelompok trio. Dalam masing-masing trio akan ada satu siswa yang telah mempelajari segmen 1, segmen 2, dan segmen 3.
4. Perintahkan anggota kelompok ‘jigsaw’ untuk mengajarkan satu sama lain apa yang telah mereka pelajari.
5. Perintahkan siswa untuk kembali keposisi semula dalam rangka membahas pertanyaan yang masih tersisa guna memastikan pemahaman yang akurat. (Silberman, 1996: 195)

Variasi:
a. Berikan tugas baru -misalnya menjawab sejumlah pertanyaan- yang didasarkan pada pengetahuan akumulatif dari semua anggota kelompok belajar jigsaw.
b. Beri siswa tanggung jawab untuk mempelajari ketrampilan, sebagai alternatif dari pemberian informasi kognitif. Perintahkan siswa untuk saling mengajarkan ketrampilan yang telah mereka pelajari. (Silberman, 1996: 160-162)
4) Diskusi Panel
Silberman (1996: 155) mengungkapkan bahwa “Aktivitas ini merupakan cara yang baik untuk menstimulasi diskusi dan memberi siswa kesempatan untuk mengenali, menjelaskan, dan mengklarifikasi persoalan sembari tetap bisa berpartisipasi aktif dengan seluruh siswa.”

Prosedur:
1. Pilihlah sebuah masalah yang akan mengundang minat siswa. Sajikan persoalan itu agar siswa terstimulasi untuk mendiskusikan pendapat mereka. Sebutkan lima pertanyaan untuk didiskusikan.
2. Pilihlah empat hingga enam siswa untuk membentuk kelompok diskusi panel. Aturlah mereka dalam formasi semi lingkaran di bagian depan kelas.
3. Perintahkan siswa yang lain untuk duduk di sekeliling kelompok diskusi pada tiga sisi dalam formasi sepatu kuda.
4. Mulailah dengan pertanyaan pembuka yang provokatif. Serahkan tanggungjawab diskusi panel kepada kelompok inti sedangkan siswa yang lain membuat catatan dalam rangka mempersiapkan giliran diskusi mereka.
5. Pada akhir periode diskusi yang sudah ditetapkan, pisahkan seluruh kelas menjadi kelompok-kelompok kecil untuk melanjutkan diskusi tentang pertanyaan yang masih ada. (Silberman, 1996: 155-156)

Variasi:
a. “Baliklah urutannya, mulailah dengan diskusi kelompok kecil dan diikuti dengan diskusi panel”.
b. “Perintahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan diskusi”. (Silberman, 1996: 156)
5) Studi Kasus Bikinan - Siswa (student-created case studies)
Studi kasus diakui secara luas sebagai salah satu metode belajar terbaik. Diskusi kasus pada umumnya berfokus pada persoalan yang ada dalam situasi atau contoh konkret, tindakan yang mesti diambil dan pelajaran yang bias dipetik, serta cara-cara menangani atau menghindari situasi semacam itu dimasa mendatang. Tehnik-tehnik yang berikut ini memungkinkan siswa untuk membuat studi kasus mereka sendiri. (Silberman, 1996: 201)

Prosedur:
1. Bagilah kelas menjadi pasangan atau trio. Perintahkan mereka untuk membuat studi kasus yang bisa dianalisis dan didiskusikan oleh siswa lain.
2. Jelaskan bahwa tujuan dari sebuah studi kasus adalah mempelajari sebuah topik dengan mengkaji situasi atau contoh konkret yang mencerminkan topik itu. Berikut adalah beberapa contohnya:
• Sebuah syair Jepang bisa ditulis untuk menunjukkan cara membacanya.
• Sebuah resume aktual bisa dianalisis untuk mempelajari cara menulis resume.
• Sebuah laporan tentang cara seseorang melakukan eksperimen ilmiah bisa didiskusikan untuk mempelajari tentang prosedur ilmiah.
• Sebuah dialog antara seorang manager dan karyawan bisa ditelaah untuk mempelajari cara memberikan dukungan positif.
• Sejumlah langkah yang diambil oleh orang tua dalam situasi konflik dengan seorang anak bisa dikaji untuk mempelajari cara menangani perilaku.
3. Sediakan waktu yang mencukupi bagi pasangan atau trio untuk membuat studi kasus singkat yang mengandung contoh atau isu untuk didiskusikan atau sebuah persoalan untuk dipecahkan yang relevan dengan materi pelajaran dikelas.
4. Bila studi kasus ini selesai, perintahkan kelompok untuk menyajikannya kepada siswa lain. Beri kesempatan anggota kelompok untuk memimpin diskusi kasus. (Silberman, 1996: 201-203)

Variasi:
a. “Tunjuk beberapa orang siswa untuk telah terlebih dahulu menyiapkan studi kasus untuk siswa lain. (penyiapan sebuah studi kasus merupakan tugas belajar yang baik.)”
b. “Buatlah beberapa kelompok dalam jumlah genap. Pasangkan kelompok dan perintahkan mereka untuk bertukar studi kasus.” (Silberman, 1996: 203)
6) Pencarian Informasi
Metode ini bisa disamakan dengan ujian open-book. Tim-tim di kelas mencari informasi (biasanya yang diungkap dalam pengajaran ala ceramah) yang menjawab pertanyaan yang diajukan kepada mereka. Metode ini sangat membantu menjadikan materi yang biasa-biasa saja menjadi lebih menarik. (Silberman, 1996: 173)

Prosedur:
1. Buatlah sekumpulan pertanyaan yang dapat dijawab dengan mencari informasi yang bisa ditemukan dalam buku sumber yang telah anda bagikan kepada siswa. Materi sumbernya bias mencakup:
• Buku pegangan
• Dokumen
• Buku teks
• Panduan referensi
• Informasi yang diakses melalui computer
• Artifak
• Peralatan ‘berat’ (misalnya mesin)
2. Bagikan pertanyaan-pertanyaan tentang topiknya.
3. Perintahkan siswa untuk mencari informasi dalam tim-tim kecil. Kompetisi yang bersahabat bisa diwujudkan untuk mendorong partisipasi.
4. Bahaslah jawabannya di depan kelas. Perluaslah jawabannya guna memperluas cakupan pembelajaran. (Silberman, 1996: 173-174)


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

0 comments: